Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku tidak berkutik menghadapi banjir di Ibu Kota. Menurutnya, mengatasi banjir membutuhkan waktu lama. "Sukses gimana (100 hari masa kerja), enggak enggak. Gimana banjir saja setengah mati. Bukan bercanda kok, kita ngaku salah," kata Ahok di Kantor Balai Kota, Jakarta, Rabu (23/1).
Sebelumnya, Ahok menegaskan, ia dan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) siap tanggung jawab atas terjadinya banjir besar ini. "Kalau mau menyalahkan ya salahkan Pak Gubernur dan saya, karena tidak bisa mengatur dengan baik, kami telah disumpah jabatan sejak awal dan kami yang bertanggung jawab," ujar Ahok.
Namun, dalam beberapa kesempatan kemarin, Ahok menyebut bahwa beberapa persoalan yang menyebabkan banjir di Jakarta sebenarnya akibat dari penanganan buruk selama bertahun-tahun. Berikut ini 5 penyebab banjir Jakarta yang merupakan warisan pemimpin era sebelumnya:
1. Tidak mampu tangani sampah Ahok menyebutkan, selama ini sampah di Jakarta tidak mampu ditangani dengan baik. Menurut dia, banyak pihak yang tidak mampu menangani sampah di sepanjang sungai. Pihak pengelola sampah lebih memilih satuan kubik dalam pengerjaan pembuangan sampah bila dibandingkan dengan jaminan kebersihan sungai dari sampah.
"Jakarta pernah bebas sampah tidak? Apa gak boleh saya ngamankan uang rakyat, susah kita hitung volumenya. Satu sungai harus tanggung bersih, berapa duit? oh gak mau pak, itu kan yang terjadi, itu jawabannya kan. Kalau datang (sampah) lebih banyak rugi dong kita pak. Kalau mau per kubik gitu kan. Sampah kita berdasarkan kinerja, selama ini kan satuan. Saya gak mau itu," tandasnya.
2. Sungai tak pernah dikeruk Banjir di Ibu Kota Jakarta salah satunya adalah disebabkan karena sampah dan pendangkalan sungai. Oleh karena itu diperlukan action secepatnya untuk melakukan pengerukan terhadap sungai-sungai yang ada di Jakarta.
"Lima tahun lebih gak pernah dikeruk di Jakarta. Padahal Belanda tiap tahun itu dikeruk, kan memang tidak sanggup semua, satu dua sungai dulu, nanti kalau lima tahun kan bisa juga 13 sungai. Yang jelas pak gubernur mau tindakan cepat ini," tandas Ahok di Balai Kota, Rabu (23/1).
Menurut Mantan Bupati Belitung Timur ini, proses pengerukan sungai harus segera mungkin dilakukan. Apalagi sungai-sungai yang berada di wilayah Jakarta sudah lama tidak dilakukan pengerukan.
"Jadi sekarang pak gubernur pengen ada pengerukan, makanya kita akan sewa 10 apa 20 alat berat untuk pengerukan," jelas Ahok.
3. Waduk Pluit dijarah warga Salah satu kendala yang dialami Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap antisipasi pasca banjir di wilayah Pluit adalah relokasi warga. Tidak sedikit wilayah Pluit yang seharusnya dijadikan pengembangan waduk justru lahannya dijarah warga dan dijadikan sebagai tempat tinggal.
"Tapi sayang sudah dijarah orang sampai 20 hektar. Itu persoalannya," ungkap Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama di Balai Kota, Jakarta, Rabu (23/1). Menurut dia, penjarahan lahan di Pluit ini seperti dibiarkan.
Ahok biasa disapa mengaku kesulitan untuk merelokasi warga padahal wilayah Pluit terendam banjir. Padahal telah disediakan rumah susun.
"Kita gak mungkin nyingkirin warga, kita sediakan rumah susun, itu yang konsep pak gubernur kan? Rumah susun harus disediakan. Persoalanya di sana kan 75 persen penyewa, yang pemilik 25 persen doang. Yang marah-marah gak terima kan yang pemiliknya. Pemilik apa? Itu kan juga menjarah waduk menerobos tembok dibolongin," jelas Ahok.
Ahok mengaku tidak habis pikir dan heran dengan ngototnya warga yang tidak mau dipindahkan. Padahal prediksinya pada tanggal 24 Januari hingga akhir bulan ini, intensitas hujan mengguyur Jakarta terbilang tinggi dan pasang air laut meningkat.
"Makanya kita prinsip bagusnya sederhana. Intruksi dari presiden supaya Jakarta tidak banjir, makanya setelah ada instruksi ini saya tawarkan kepada mereka, supaya mereka ditempatin yang enak. Semua dilengkapi sampai baju," kata Ahok.
"Kalau mereka menolak juga saya tidak tahu juga. Saya sebagai orang tua melihat akan ada bahaya, tanggal 27-30 ada akan ada hujan besar. Makanya kita minta BPPT supaya air hujan dibuang di laut," tandasnya.
4. Waduk susah dikeduk Waduk-waduk di Jakarta dinilai tidak berfungsi secara maksimal di dalam menyimpan air dan menjadi salah satu penyebab meluasnya banjir di Ibu Kota. Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama atau biasa disapa Ahok mengatakan pentingnya pengerukan waduk-waduk untuk menanggulangi banjir.
"Gak mungkin banjir kalau waduknya beres. Saya jamin kalau itu diurusin gak bakal banjir. Makanya itu saya harapkan itu diselesaikan," tegas Ahok.
"Jadi Waduk Pluit itu dirancang Belanda untuk nanganin banjir sampai Monas, Istana juga. Makanya kenapa PLTU berani bangun juga, batu bara segala macem. Ini memang objek vitalnya negara waduk Pluit itu," ujarnya.
Menurut Ahok, kedalaman waduk idealnya minimal 10 meter. Tetapi yang terjadi sekarang ini kedalaman waduk-waduk yang ada di Jakarta hanya 2 meter saja kedalamannya.
5. Billboard sembarangan Ahok ditanya wartawan soal sedimen yang mendangkalkan Kanal Banjir Barat. Akibat pendangkalan, air meluap hingga menjebol tanggul di Jl Latuharhary.
Menurut Ahok, problem bertambah karena ternyata pihaknya tidak pernah diberitahu ada billboard besar di tanggul Kamal Banjir Barat. "Yang masalah adalah kita tidak diberitahu kalau ada billboard di atas, goyang dikit itu bisa roboh"," ujar Ahok.
Dalam penanganan tanggul Latuharhary, Gubernur Jokowi memerintahkan agar tiang billboard jumbo itu digergaji. Tiang itu ikut berandil dalam jebolnya tanggul.
SUMBER