KOMPAS/LASTI KURNIA Banjir di pemukiman di kawasan Pluit dengan ketinggian hingga dua meter, membuat sejumlah kendaraan terendam, Sabtu (19/1/2013).
JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyatakan, kecil kemungkinan DKI Jakarta akan dilanda banjir besar pada 27 Januari 2013. Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, akan terjadi banjir besar di Jakarta yang melebihi banjir pada 2007.
Sutopo mengatakan, berdasarkan kajiannya terhadap potensi hujan dan pasang air laut yang akan terjadi pada hari itu, hal itu tak akan terjadi. Ia menjelaskan, pada 27 Januari 2013, air laut pasang terjadi mulai pukul 05.00 WIB dan mencapai puncaknya sekitar pukul 08.00-10.00 dengan ketinggian 1 meter dari normalnya.
Menurutnya, ketinggian air pasang pada tanggal 27 Januari bukan ketinggian maksimum. Sebab, air pasang maksimum terjadi pada 24-25 Januari 2013 dengan ketinggian mencapai 1,1 meter.
"Untuk terjadi banjir besar seperti Februari 2007 harus ada curah hujan yang berintensitas tinggi dan berdurasi lama. Banjir Jakarta 2007 disebabkan curah hujan yang ekstrem dan jauh di atas pola normalnya," kata Sutopo, Jumat (25/1/2013).
Dalam rilis yang diterima
Kompas.com, Sutopo memberi gambaran mengenai banjir besar yang merendam Jakarta pada 2007. Saat itu, tepatnya 2 Februari 2007, curah hujan di Ciledug 340 milimeter per hari, di Kemayoran 235 milimeter per hari, dan di Pasar Minggu 220 milimeter per hari. Hujan juga merata di semua daerah aliran sungai dari 13 sistem sungai yang mengalir ke Jakarta. Sedangkan pada tahun ini, curah hujan tertinggi terjadi di Kedoya pada 17 Januari 2013 dengan intensitas 125 milimeter per hari.
Ditinjau dari durasi hujannya, kata Sutopo, pada 2007, hujan di Jakarta berlangsung selama lima hari secara terus menerus. Bahkan di Ciledug, akumulasi hujan 29 Januari hingga 2 Februari mencapai 521milimeter per hari atau melebihi rata-rata curah hujan sebulan di Jakarta yang berkisar 450 milimeter per bulan. Menurutnya, fenomena hujan yang sangat ekstrem itu dipengaruhi perambatan
cold surge (seruak dingin) dari Siberia dan adanya siklon tropis di selatan Indonesia atau sebelah utara Teluk Carpentaria Australia. Kondisi demikian menyebabkan massa uap air berlimpah dan hujan yang jatuh di wilayah Jakarta dan sekitarnya di atas normal.
"Saat itu bersamaan dengan pasang air laut sehingga banjir meluas dan merendam 231,8 km2 (36 persen luas DKI Jakarta). Pengungsi mencapai 320.000 orang dan kerugian Rp 4,3 triliun," ujarnya.
Lebih jauh, Sutopo mengatakan, saat ini siklon tropis tidak ada di selatan Indonesia, dan indeks
cold surge di Hongkong juga tidak terdeteksi. Jika ada, maka akan ada perambatan
cold surge ke daerah selatan ekuator yang terjadi setelah 4-6 hari dan berpotensi menimbulkan curah hujan tinggi di Pulau Jawa. Demikian pula dengan indeks MJO (Madden Julian Oscillation) yang negatif. MJO adalah sebuah osilasi yang berperiode 40-50 hari, meski dalam beberapa kasus bisa melebar menjadi 30-60 hari. Gugus awan konveksi diproduksi di atas Samudera Hindia (sebelah barat Indonesia) kemudian bergerak ke arah timur di sepanjang ekuator untuk menempuh satu siklus putar dengan periode 40-50 hari.
Adapun, menurut BMKG, selama 25-28 Januari 2013, curah hujan yang jatuh di Jakarta dominan berintensitas rendah hingga sedang. Sutopo sangat yakin pada 27 Januari 2013 tak akan terjadi banjir besar. Namun begitu, masyarakat diimbau untuk tetap waspada dan siap siaga terkait ancaman banjir. Sebab curah hujan tinggi masih berpotensi hingga Maret mendatang.
"Jika pun terjadi banjir hanya pengaruh dari rob atau genangan saja," kata Sutopo.
Apakah benar 27 Januari nanti Jakarta Tenggelam? Mari kita lihat kelanjutannya.....
Sumber: Kompas.com