TEMPO.CO, Jakarta - Di Pluit, penduduk tidak lagi perlu jalan jauh ke pantai untuk menemukan air laut. Sebab, bertahun-tahun lamanya, air lautlah yang mendatangi pemu****n masyarakat di Jakarta Utara itu. Air pasang dari arah laut seperti ini biasa disebut rob.
Majalah Tempo edisi 28 Januari 2013 mengulas soal kondisi Pluit yang kian kritis. Di paruh akhir Januari 2013 ini, rob begitu tinggi, bahkan hingga menenggelamkan tiga tanggul. Hanya tambak terakhir, dibangun pada 2008, yang masih sanggup menangkal kedatangan air laut. Lima tahun lalu, tinggi tanggul ini sekitar 4 meter atau 1,5 meter di atas rob paling tinggi. Namun, kali ini sisa tanggul yang tampak hanya sekitar 15 sentimeter di atas rob.
"Tahun depan mungkin sudah lewat airnya," ujar Arifin, warga Kampung Gedong Pompa, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara.
Kondisi tanggul sedemikian rupa membuat masyarakat sekitar pemu****n padat Kampung Gedong Pompa berusaha memperbaikinya dengan cara yang ala kadar, seperti menambal beberapa bagian dinding yang retak dengan semen.
Mengapa rob di kawasan ini terus meninggi? Masalah utama Pluit ternyata tak terletak pada fenomena rob yang juga ditemui di sepanjang pantai utara Pulau Jawa itu. Ketinggian rob terasa di Pluit, kata anggota peneliti Jakarta Coastal Defence Strategy, Heri Andreas, karena daerah itu, juga Muara Baru, mengalami penurunan tanah 10-15 sentimeter per tahun.
Dari alat GPS yang digabung dengan teknologi seperti sipat datar dan ekstensometer atau alat pemantau gerakan tanah, peneliti berkesimpulan bahwa penurunan tanah di kawasan Pluit, Muara Baru, dan Muara Angke selama 10 tahun pada 2000-2010 rata-rata 1,6 meter.
Berdasarkan data awal 1974-2000, bahkan ada daerah yang sudah turun hingga 4 meter. "Itu daerah yang sekarang kebanjiran sedalam empat meter," ujar dosen di Kelompok Keahlian Geodesi ITB itu.
"Ketinggian Pluit memang hampir dua meter di bawah laut," kata Wali Kota Jakarta Utara Bambang Soegiyono. "Itulah sebabnya banjir di wilayah ini sulit surut."
Sumber